Search Programs and Files

Aneka Batik Tulis Tulungagung

Aneka Batik Tulis Tulungagung

Rabu, 04 Agustus 2010

Eksiskan Batik Lokal

Niat Eksiskan Batik Lokal Batik karya Sigit Suseno, warga Sendang, semakin dikenal masyarakat. Bahkan pada 12 Mei 2010 kemarin, dia berhasil menyabet juara tiga dalam lomba Batik Se-Jawa Timur, yang diadakan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jatim. Bagaimana kiat dia bisa meraih juara dalam lomba tingkat regional ini? Mencari rumah Sigit Suseno tak begitu sulit, hampir semua orang di wilayah Desa Sendang tahu. Rumah yang berada di pinggir jalan menuju Pesanggrahan Argo Wilis itu sangat sejuk, karena pemiliknya sangat suka menanam aneka tanaman dan bunga. Pria ini juga suka memelihara burung sehingga menambah suasana rumah asri dan sejuk. Letak rumah yang bergapura etnik ini lebih tinggi daripada rumah di sampingnya. Jika diamati dengan detail, mulai dari undakan hingga pintu-pintu di rumah Sigit-panggilan akrabnya, tergores tatahan etnik yang membentuk ukiran rumit. Ditemui di rumahnya, Sigit sedang membatik pesanan dari Kediri. Berbagai motif batik mulai yang lawas hingga modern ada di bengkel batik Sigit. Berbagai aktivitas dilakukan Sigit bersama empat karyawannya. Di sela-sela bekerja, dia menceritakan kiat keberhasilan meraih juara tiga dalam lomba batik pada12 Mei lalu di Gramedia Expo Surabaya. Lomba itu bertema Batik Jawa Timur sebagai Pelestari Budaya, Seni, Serta Penggerak Industri Kecil. “Saya sungguh bersyukur dan tidak menyangka bisa mendapat juara,” ungkap pria yang berdomisili di Jalan Argowilis, Desa Sendang, Kecamatan Sendang, Tulungagung ini. Bagaimana tidak, awalnya pada 26 April ia mengirimkan karyanya lewat Disperindag Tulungagung. Niatnya waktu itu, sekadar membawa nama batik Tulungagung secara regional, supaya orang mengakui eksistensi dari batik Tulungagung. “Saya ingin membuktikan bahwa Tulungagung itu memiliki batik yang khas, kaya akan corak, dan hingga saat ini tetap eksis,” tuturnya. Apalagi tak hanya menjadi tiga besar, ia yang kala itu mengirim dua batik dengan judul Padmaning Paksi Hurubing Nagari (PPHN) dan Padma Hamanunggal Paksi (PHP), dua—duanya difavoritkan oleh juri. “Yang juara tiga adalah batik PPHN. Namun Juri ternyata juga memilih batik saya yang PHP untuk menjadi 10 besar favorit pilihan juri,” ucapnya bangga. PPHN dan PHP terdiri dari corak batik utama, terdiri dari bunga teratai dan ayam bekisar sebagai simbol Pemerintahan Jawa Timur. Untuk PPHN, ia memberi sentuhan lima warna dasar, yaitu merah, hijau, hijau kekuningan, coklat soga Jawa, hitam, putih. Pada intinya, kelima warna yang menjadi dasar dari bentuk teratai maupun ayam bekisar, memiliki makna bahwa bunga-bunga dan burung-burung hidup tumbuh dan berkembang maka negara akan bersemangat membangun bangsa. Menurut Sigit, paduan corak dan keunikan batik, serta kelengkapan bahan presentasi adalah yang menjadi kunci utama dirinya menang. “Tekstur gambar, pewarnaan, dan handout presentasi saya diakui baik oleh juri,” tambah putra bungsu empat bersaudara dari pasangan Sri Mujati dan almarhum Iskandar ini. Apalagi, jika flash back ke usahanya yang membuat dirinya menang, ternyata Sigit membuat batik ini dengan susah payah. Proses pembuatan batik tulis ini tidak gampang. “Waktunya hanya dua minggu. Saya buat siang malam” ungkapnya. Misalnya untuk batik PPHN, ia melakukan 16 langkah rumit untuk menjadikannya batik yang dapat dijadikan bahan busana kerja maupun pakaian resmi ini. Yang pertama adalah kain katun direbus, berikutnya direndam, lalu dicuci atau dilakukan pengetelan. Baru jika sudah selesai mengetel, kain diberi gambar pola dengan pensil. Seusai itu, dia melakukan pencantingan dengan teknik batik tulis (klowongan). Tak berhenti sampai situ, lalu ia memberi isen-isen batik dan melakukan proses pencoletan warna. Setelah pencoletan warna, ia menutup warna hasil coletan. Langkah berikutnya, ia melakukan pencelupan warna secara keseluruhan (celupan wedelan), perebusan atau pelodoran lilin dicuci hingga bersih. Setelah itu menjemur kain tersebut di tempat yang teduh. Berikutnya menutup hasil coletan kembali dengan malam. Lanjut dengan pencelupan warna sogan. Kembali lagi melakukan pelodoran atau menghilangkan lilin. Berikutnya melakukan pencucian hingga bersih, memberi kanji, daun nilam dan daun pandan. “Terakhir adalah finishing,” tuturnya mantap. Setelah puas menceritakan kiatnya menjadi juara, pria single ini meromantisir kiprah awal ia membatik yang akhirnya membawa ia sukses seperti yang didapatnya sekarang. Ternyata, menjadi seniman serta peng­usaha batik sama sekali tidak ia rencanakan. Pasalnya, Sigit yang lulusan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Malang di jurusan manajemen keuangan, ini sempat menjadi seorang dosen di Malang. Selain menjadi dosen, ia juga malang melintang di dunia perbankan meski tidak lama. “Pada saat lulus kuliah 1996, saya bekerja di Malang. Hingga sekitar tahun 2004, almarhum ayah saya menghendaki saya pulang ke Tulungagung,” ungkapnya. Pada saat itu, ia melanjutkan ceritanya, kebingungan sangat melanda dirinya. Pasalnya, ia sempat berpikir akan menganggur dalam waktu yang lama. “Saya sempat stress. Apakah harus menganggur. Padahal, saya tidak ingin meminta uang orang tua lagi,” ungkapnya. Lalu, almarhum ayah Sigit meminta dia untuk melanjutkan kemampuannya membatik. “Saat saya pusing skripsi, saya mencoba menghibur diri. Waktu jalan-jalan di toko buku, saya tidak membeli buku untuk literatur skripsi. Malahan membelli buku kecil dengan judul, teknik membatik. Untung saya membeli buku itu, paling tidak buat bekal untuk membuat impian ayah saya tercapai,” tambahnya lantas tertawa. Berikutnya, setelah ia mencoba untuk mengaplikasikan buku teknik membatik tersebut, ternyata hasilnya memuaskan. Meski harus mencoba berulang-ulang untuk mendapatkan hasil yang maksimal. “Mencoba untuk maksimal kan tidak masalah. Namun pada akhirnya saya jadi tahu bagaimana pewarnaan batik dan sebagainya,” ucapnya. Kini, di rumahnya, ia memaksimalkan dedaunan dan berbagai bunga yang ditanamnya untuk dijadikan perwarna alami batik tulisnya. “Saya sedapat mungkin memaksimalkan bahan-bahan alami yang tidak pernah terpikirkan oleh orang. Seperti daun jamu, lotus, dan sebagainya. Karena pada hakekatnya, pewarna alami akan membuat batik tulis tampil lebih elegan dan glamour. Justru banyak para pejabat yang lebih berminat warna batik yang simpel namun dengan corak yang detil,” pungkasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar